HARI RAYA SIWARATRI
Hari raya Siwaratri adalah hari raya berdasarkan atas pranata masa yang dirayakan setiap tahun sekali,tepatnya jatuh pada saat Purwanining Tilem Kapitu. Bila ditinjau dari asal katanya, Siwaratri mengandung arti sebagai berikut, Siva artinya puncak dan Rarti artinya malam. Jadi, Siwaratri berarti puncak malam. Hal ini mengandung maksud bahwa hari yang paling gelap dalam kurun waktu setahun adalah tepat pada hari Purwanining Tilem Kapitu (Sasih Palguna). Pada puncaknya malam inilah bhatara Siwa melakukan yoga samadhi sehingga Siwaratri disebut pula dengan hari malamnya Siwa. Berikut ini akan diuraikan secara singkat cerita Lubdhaka.
Cerita Lubdhaka.
Diceritakan ada seorang pemburu yang hidup di suatu desa terpencil. Pekerjaan yang dilakukan sehari hari adalah berburu ke tengah hutan mencari binatang buruan untuk menghidupi keluarganya. Pada suatu hari, tepatnya pada Purwanining Tilem Kapitu, Lubdhaka pergi berburu ke tengah hutan. Sebenarnya kepergiannya itu sudah dilarang oleh istrinya, namun Lubdhaka tetap berangkat.
Hari itu merupakan hari yang kurang beruntung bagi Lubdhaka, karena tak seekor pun binatang buruan dijumpainya, apalagi mendapatkannya untuk diburu. Pada akhirnya ia kemalaman di hutan, karena hari sudah malam dan gelap maka perasaan takut Lubdhaka pun muncul. Di tengah hutan tersebut dijumpai sebuah telaga yang tepinya ditumbuhi pohon bila. Ia kemudian memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan karena takut tersesat dan dimangsa oleh binatang buas. Ia pun memutuskan untuk bermalam dan tidur di atas pohon bila tersebut agar tidak diganggu oleh binatang buas. Malam pun semakin larut dan perasaan takutnya tidak bisa dihalau, lalu untuk menghindari dirinya dari perasaan ngantuk, ia memetik satu persatu ranting dan daun pohon bila tersebut. Tanpa disadari oleh Lubdhaka dari tengah tengah telaga tempat Lubdhaka menjatuhkan daun bila tersebut, muncullah sebuah lingga, yaitu tempat duduk dewa Siwa karena beliau akan melakukan tapa brata, yoga dan samadhi.
Hal ini diketahui oleh dewa Siwa dan apa yang dilakukan oleh Lubdhaka mendapatkan anugerah dari dewa Siwa bahwa nanti jika Lubdhaka meninggal dunia maka rohnya dapat masuk ke alam Siwa atau surga. Keesokan harinya Lubdhaka turun dari pohon bila tersebut dan melanjutkan perjalanannya pulang untuk bertemu anak dan istrinya. Sesampainya di rumah ia menceritakan apa yang dialaminya dalam perburuan sehingga ia pulang tidak membawa seekor binatang buruan. Hari berganti dan tahun pun terlewati, akhirnya Lubdhaka jatuh sakit dan meninggal dunia.
Oleh Cingkara Bala Dewa Yamadipati, roh Lubdhaka diambil dan kemudian akan disiksa di neraka karena dalam hidupnya ia selalu membunuh binatang sebagai suatu pekerjaannya. Tak lama kemudian datang para prajurit dewa Siwa untuk menjemput roh Lubdhaka untuk diantar menghadap dewa Siwa di surga, karena semasa hidupnya Lubdhaka pernah melakukan jagra saat Purwanining Tilem Kapitu saat dewa Siwa melakukan tapa, bratha, yoga dan samadhi. Bratha Siwalatri adalah monobratha yang artinya tanpa berbicara, jagra artinya tidak tidur semalaman.
Selain hari raya Nyepi dan Siwalatri yang telah diuraikan di atas, dikenal pula hari raya lain yang bersifat umum menurut umat Hindu, yaitu:
*. Hari Purnama Kapat.
*. Hari Purnama Kalima.
*. Hari Purnama Kadasa.
Hari Purnama diperingati sebagai hari payogan sang hyang Candra (bulan) dan hari tilem dirayakan sebagai hari raya payogan sang hyang Siwa.
Keistimewaan perayaan hari raya Siwalatri terletak pada waktu pelaksanaannya yaitu dengan mengadakan yoga semalam suntuk untuk meningkatkan kesucian lahir dan batin. Sehingga malam itu disebut maka peleburan dosa.
Menurut lontar Sundarigama dan Siwalatrikalpa, sang hyang Siwa beryoga setiap Purwanining Tilem Sasih Kapitu untuk melebur dosa dosa setiap umat yang bertakwa kepadanya. Dosa bukan dihapus ataupun dikurangi tetapi dilebur.
Demikianlah makna dan cerita hari raya Siwaratri dalam agama Hindu yang erat kaitannya dengan cerita Lubdhaka, semoga ini bisa bermanfaat bagi kita semua.